Rumah adat
Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan
Tinggi yang merupakan tempat kediaman raja (keraton). Jenis rumah yang
ditinggali oleh seseorang menunjukkan status dan kedudukannya dalam masyarakat.
Jenis-jenis rumah Banjar:
1. Rumah
Bubungan Tinggi, kediaman raja
2. Rumah Gajah
Baliku, kediaman saudara dekat raja
3. Rumah Gajah
Manyusu, kediaman "pagustian" (bangsawan)
4. Rumah Balai
Laki, kediaman menteri dan punggawa
5. Rumah Balai
Bini, kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh
6. Rumah
Palimbangan, kediaman alim ulama dan saudagar
7. Rumah
Palimasan (Rumah Gajah), penyimpanan barang-barang berharga (bendahara)
8. Rumah Cacak
Burung (Rumah Anjung Surung), kediaman rakyat biasa
9. Rumah Tadah
Alas
10. Rumah
Lanting, rumah diatas air
11. Rumah Joglo
Gudang
12. Rumah Bangun
Gudang
1. RUMAH BUBUNGAN TINGGI
(Istana Raja)
Rumah Bubungan Tinggi Anjungan Kalsel TMII Jakarta
Rumah Bubungan Tinggi di DesaTelok Selong
Ruang Anjung bagian belakang dengan atap jurai disebut Anjung Jurai terdapat di Desa Telok Selong
Rumah Bubungan Tinggi adalah salah
satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dan bisa
dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling
terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi
Kalimantan Selatan.
Ciri-cirinya
:
1. Atap Sindang
Langit tanpa plafon
2. Tangga Naik
selalu ganjil
3. Pamedangan
diberi Lapangan kelilingnya dengan Kandang Rasi berukir
Pembinaan
Pembinaan rumah adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam
Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan pembinaan yang
melimpah kepada mereka, iaitu kayu. Sesuai dengan
bentuk serta binaan bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah
yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.
Bahagian Pembinaan Asas Rumah Bubungan Tinggi
Asas pembinaan dari rumah adat Banjar dapat dibahagikan kepada beberapa bahagian iaitu :
1. Tubuh
bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
2. Bangunan yang
menempel di kiri dan kanan disebut anjung.
3. Bubungan atap
yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.
4. Bubungan atap
yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit
5. Bubungan atap
yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan.
6. Tubuh
bangunan induk yang memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang
berjenjang lantainya.
Ruangan-ruangan
yang berjenjang lantainya ialah :
1. Palatar
(pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama
setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Palatar disebut juga Pamedangan.
2. Panampik Kacil,
yaitu ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapan yaitu pintu
depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai
disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
3. Panampik
Tangah yaitu ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih
tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan.
4. Panampik
Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar:
Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya.
Ambang Lantainya disebut WatunJajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik
Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter.
5. Palidangan
atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik
basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada
juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai
palidangan).
Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke
dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7
meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang
menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang
Pitugur atau Tihang Guru.
Panampik
Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan
lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan
permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun
Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
Padapuran
atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya
lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun Juntaian.
Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di tempat itu
diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas
bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api),
pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini
adalah 7 x 3 meter.
Tampak Belakang Rumah Adat Banjar
Ukuran
Tampak
Belakang Rumah Adat Banjar
Tentang
ukuran tinggi, lebar dan panjang setiap rumah adat Banjar pada umumnya relatif
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukuran pada waktu itu didasarkan
atas ukuran depa atau jengkal.
Ukuran depa
atau jengkal tersebut justru diambil dari tangan pemilik rumah sendiri;
sehingga setiap rumah mempunyai ukuran yang berbeda.
Ada
kepercayaan di sana yang mengatakan bahwa setiap ukuran haruslah dengan
hitungan yang ganjil bilangan ganjil.
Penjumlahan
ganjil tersebut tidak saja terlihat di dalam hal ukuran panjang dan lebar, tapi
juga sampai dengan jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak dan
lain-lain.
Jikalau
diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31
meter sedang lebar bangunan induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing
5 meter.
Lantai dari
permukaan tanah sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan;
sedangkan jarak lantai terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang
palatar.
Tata
ruang dan kelengkapan
Pintu
belakang dari Rumah Banjar
Tata ruang
rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu
ruang terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam.
Ruang terbuka
terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan
surambi sambutan.
Ruang
setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan.
Sedangkan
ruang dalam dibagi menjadi Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil), Paluaran
(Panampik Basar), Paledangan (Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan
Dalam, Anjung Kanan dan Anjung Kiwa, serta Panampik Padu (dapur).
Secara
ringkas berikut ini akan diuraikan situasi ruang dan kelengkapannya;
Surambi
Di depan
surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada
surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan
biasanya berupa guci.
Pamedangan
Ruangan ini
lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini
terdapat sepasang kursi panjang.
Pacira dan
Panurunan (Panampik Kacil)
Setelah masuk
Pacira akan didapatkan tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri,
sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak
duha. Di sayap kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di
Balabat Panurunan. Sebagai perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat
dua buah lampu gantung.
Paluaran
(Panampik Basar)
Ruangan ini
cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan
apabila masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan
dapat dibuka. Di bagian tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di
atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan terdapat gantungan tanduk rusa. Di
tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya diberi lampit dan
kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dan gelas, parapen, rehal.
Palidangan
(Panampik Panangah)
Ruangan ini
terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama
dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. Di sini
terdapat kelengkapan lemari besar, lemari buta, kanap, kendi. Lantainya diberi
hambal sebagai alas duduk.
Anjung Kanan
- Anjung Kiwa
Ruang Anjung
Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan
perlengkapan ibadah. Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan
tempat merawat jenazah. Di sini juga di beri perlengkapan seperti lemari,
ranjang, meja dan lain-lain.
Padu (dapur)
Di samping untuk
tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang padu ini juga digunakan untuk
menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum yang terdapat di dalamnya adalah
dapur, rak dapur, pambanyuan, lemari, tajau, lampit dan ayunan anak.
Bentuk
arsitektur dan pembagian ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi mempunyai
kesamaan prinsip antara satu dengan lainnya, dengan perbedaan-perbedaan kecil
yang tidak berarti.
Dari sini
dapat dilihat bahwa rumah tradisional Bubungan Tinggi tersebut mempunyai
keterikatan dengan nilai tradisional masyarakatnya.
Jadi meskipun
pada awalnya bentuk tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan fungsi dan
adaptasi terhadap lingkungan, tetapi karena sifatnya yang berulang-ulang
kemudian dari bentuk fungsi tersebut berubah menjadi bentuk yang
tradisional.
Rujukan :
2. RUMAH BALIKU
(kediaman saudara terdekat raja)
Gajah Baliku yang dibangun di atas kontur lahan basah/persawahan.
Rumah Gajah Baliku adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Rumah Gajah Baliku mimiliki kemiripan dengan Rumah Bubungan Tinggi, tetapi ada sedikit perbedaan yaitu pada Ruang Paluaran (ruang tamu) pada Rumah Bubungan Tinggi keadaan lantainya berjenjang sedangkan pada Rumah Gajah Baliku keadaan lantai ruang Paluaran tidak berjenjang. Hal tersebut karena Rumah Bubungan Tinggi untuk bangunan keraton/ndalem Sultan yang memiliki tata nilai ruang yang bersifat hierarkis.
Kandang Rasi pada Rumah Gajah Baliku di Desa Telok Selong.
Pada Rumah Gajah Baliku, atap ruang Paluaran/Ruang Tamu tidak memakai atap sengkuap (= Atap Sindang Langit) kecauali emper teras paling depan dan memakai kuda-kuda dengan atap perisai (= Atap Gajah) dengan keadaan lantai ruangan datar saja sehingga menghasilkan bentuk bangun ruang yang dinamakan Ambin Sayup. Sedangkan pada kedua anjung sama-sama memakai atap Pisang Sasikat (atap sengkuap).
Menurut Tim Muskala Depdikbud Kalsel yang pernah mengadakan
penelitian rumah Gajah Baliku menyatakan bahwa :
Atap jurai, hidung bapicik bentuk muka (maksudnya atap
perisai)
Ambin terbuka kiri/kanan anjung
Atap bubungan tinggi
Panampik Kacil tidak ada, yang ada hanya Panampik Basar
Dalam literatur lainnya Tim Muskala Depdikbud Kalsel
menyatakan bahwa : Bagian-bagiannya sama dengan rumah Bubungan Tinggi. Yang
berbeda adalah atap yaitu
Atap bubungan tingginya sama
Atap kedua anjung, atap sindang langit (maksudnya atap
sengkuap)
Atap panampik kacil diganti dengan atap jurai dengan muka
hidung bapicik (maksudnya atap perisai)
Atap Panampik Padu beratap jurai.
[sunting]Ruang
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Surambi Sambutan
Palatar/Pamedangan
Ambin Sayup/Paluaran
Palidangan/Panampik Panangah diapit oleh Anjung Kanan dan
Anjung Kiwa
Padapuran/Padu
[sunting]Rujukan
Rumah Adat Banjar Gajah Baliku di Banjarmasin (Antasan
Kecil), Depdikbud Kanwil Kalsel, Bidang Muskala 1988.
Azan, Seminar Tata Ruang dan Karakteristik Rumah Tradisional
Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro,
Juni 1994.
Gajah Baliku yang modern merupakan Kediaman Resmi Wagub Kalsel.
.3. RUMAH GAJAH MENYUSU
(kediaman "pagustian" atau bangsawan)
Gajah Manyusu adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Pada rumah induk memakai atap perisai buntung dengan tambahan atap sengkuap (Sindang Langit) pada emper depan, sedangkan anjungnya memakai atap sengkuap (Pisang Sasikat) atau dapat pula menggunakan atap perisai. Nammun menurut Tim Muskala (Museum dan Purbakala) Depdikbud Kalsel, menyebutkan bahwa Rumah Gajah Manyusu : " Bentuk sampai dengan anjung sama dengan Gajah Baliku. Yang berbeda adalah adalah bagian padu. Panampik padu diberi dua buah Ambin Sayup yang bentuknya lebih kecil dari anjung dan lebih rendah letaknya".
Ciri-cirinya :
Tubuh bangunan induk memakai atap perisai buntung (bahasa Banjar : atap gajah hidung bapicik) yang menutupi serambi yang disebut pamedangan.
Pada teras terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit. Empat pilar penyangga emper depan (karbil) pada teras dapat diganti model konsol.
Pada Tawing Hadapan terdapat tangga naik yang disebut Tangga Hadapan dengan posisi lurus ke depan.
Terdapat Serambi yang disebut Pamedangan yang menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi. Serambi dapat dibuat berukuran kecil saja pada salah satu sudut.
Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi.
Pada tipe lainnya sayap bangunan yang disebut anjung menggunakan model Anjung Surung seperti pada rumah Cacak Burung.
Ruang
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Ruang terbuka/teras rumah yang disebut Surambi Sambutan
Ruang setengah terbuka/serambi atas yang disebut Pamedangan
Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup
Ruang Dalam yang disebut Palidangan diapit oleh Anjung terdiri dari Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
Pantry yang disebut Padapuran atau Padu
[sunting]Keterangan
"Rumah ini mempunyai ciri pada bentuk atap limas dengan hidung bapicik (atap mansart) pada bagian depannya. Anjung mempunyai atap Pisang Sasikat, sedang surambinya beratap Sindang Langit"
(Tim Depdikbud, Rumah Adat Banjar dan Ragam Hiasnya, Proyek Rehabilitasi dan Perlusan Museum Kalsel, Depdikbud, 1977/1978).
Rujukan
Tim Depdikbud, Rumah Adat Banjar dan Ragam Hiasnya, Proyek Rehabilitasi dan Perlusan Museum Kalsel, Depdikbud, 1977/1978.
Azan, Seminar Tata Ruang dan Karakteristik Rumah Tradisional Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Juni 1994.
[sunting]Pranala luar
Peninggalan Tua Arsitektur Banjar yang mulai Punah (Type Gajah Manyusu)
4. Rumah Balai Laki
(kediaman Menteri dan Punggawa)
Balai Laki adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Bentuk atap Balai Laki memakai atap pelana pada rumah induk, sedangkan pada Anjung memakai atap sengkuap yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi.
Ciri-cirinya :
Memakai tebar layar yang disebut Tawing Layar
Tubuh bangunan induk memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) yang menutupi serambi pamedangan.
Pada teras (Surambi Sambutan terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit. Kadang-kadang pilar ini diganti dengan konsol.
Pada dinding sisi depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1 pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan.
Kadang-kadang pada dinding depan juga terdapat jendela depan (lalungkang hadapan) di sebelah kanan dan kiri pintu masuk.
Pintu dinding tengah (lawang tawing halat) berjumlah 2 buah.
Serambi yang disebut pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap/lessenaardak yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi.
Kadang-kadang memakai bentuk lengkung (gerbang) pada serambi/Pamedangan).
Kadang-kadang terdapat 3 (tiga) buah pintu masuk (lawang hadapan) karena 2 (dua) buah jendela depan diganti menjadi pintu juga.
Kadang-kadang pada teras/Surambi Sambutan juga menggunakan pagar Kandang Rasi.
Ruang
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Palatar Sambutan
Pamedangan
Ambin Sayup
Palidangan diapit oleh Anjung yaitu Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
Padapuran/Padu
[sunting]Keterangan
Menurut literatur Tim Depdikbud menyatakan bahwa Balai Laki : "Dalam bentuk umum sama dengan Palimbangan, tapi dengan ukuran lebih kecil. Atap jurai dengan dahi tajam (maksudnya atap pelana) dan diberi sungkul bertatah bisa memakai anjung di belakang sebelah kiri atau tidak".
Dalam literatur lainnya Tim Depdikbud menyatakan bahwa salah Balai Laki yang pernah ditelitinya dengan ciri-ciri: "atap jurai dengan hiasan satu sungkul puncak, anjung sebuah di sebelah kiri atau tidak ada, pintu tawing halat dua buah".
[sunting]Balai Laki vs Palimbangan
Rumah Balai Laki mirip rumah Palimbangan karena sama-sama memakai atap pelana pada bagian depannya tetapi Rumah Balai Laki berukuran lebih kecil daripada rumah Palimbangan. Pada suatu keluarga petani, kadang-kadang rumah Balai Laki tidak memiliki anjung tetapi jelas bukan rumah Palimbangan karena ukurannya yang kecil tersebut, yang biasanya hanya terdiri dari serambi pamedangan, ruang Ambin Sayup, ruang Ambin Dalam (Palidangan) dan ruang Padu. Pada rumah Palimbangan lebih megah dari rumah Balai Laki karena merupakan rumah golongan saudagar besar.
[sunting]Rujukan
Tim Depdikbud Kalsel, Rumah Adat Banjar Balai Laki (Kampung Arab Banjarmasin), Depdikbud Kanwil Kalsel, Bidang Muskala, 1988.
5. Rumah Balai Bini
(kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh)
Balai Bini adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar: atap gajah), sedangkan sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap/lessenaardak (Bahasa Banjar: atap pisang sasikat).
ipe
Rumah Balai Bini dengan anjung yang memakai atap sengkuap di Kelurahan Benua Anyar, Banjarmasin Timur
Rumah Balai Bini dengan 4 pilar 4 pada teras (Tipe 1)
[sunting]Tipe 1 (Syamsiar Seman)
Menurut Tim Muskala Depdikbud Kalsel yang pernah mengadakan penelitian Balai Bini menyatakan bahwa :
Atap merupakan atap jurai
Atap sindang langit di kedua anjung
Pamedangan disambung dengan atap pisang sasikat
Pamedangan ditutup dengan Kandang Rasi
Paluaran menggunakan tataban
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Palatar Sambutan
Palatar Pamedangan
Ambin Sayup
Palidangan diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
Padapuran (Padu)
Jadi dapat diambil kesimpulan ciri-cirinya :
Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi serambi pamedangan.
Pada Surambi Sambutan terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap sindang langit.
Pada dinding depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 Lawang Hadapan (pintu masuk), di antara pintu masuk terdapat jendela sebelah kanan dan kiri.
Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap/zaldedaak ( atap pisang sasikat) seperti pada rumah Bubungan Tinggi.
Kadang-kadang 4 (empat) buah pilar penyangga emper depan (karbil) diganti model konsol.
Bagian atas teras (serambi Pamedangan) kadang-kadang memakai bentuk lengkung (gerbang).
Kadang-kadang tedapat 3 (tiga) buah pintu masuk karena 2 (dua) buah jendela diganti menjadi pintu juga.
Kadang-kadang Surambi Sambutan (teras emper) juga menggunakan pagar Kandang Rasi.
[sunting]Tipe 2
Dari literatur diperoleh keterangan rumah adat Balai Bini beratap seperti joglo dengan tambahan atap sindang langit untuk atap surambinya (1).
Kalau diperhatikan ini Balai Bini Tipe 2 merupakan pengembangan Balai Bini Tipe 1 dimana terjadi perluasan dinding dari anjung ke arah depan sedangkan serambi pamedangan tambah melebar ke kiri dan kanan sehingga membentuk bangunan atap joglo/limas (bahasa Jawa : limasan lawakan).
Rumah Balai Bini dengan 6 pilar pada teras (Tipe 2)
Rumah Balai Bini Tipe 2 dengan variasi atap menyerupai atap joglo di Surgi Mufti.
Rumah Balai Bini Tipe 2 dengan variasi atap menyerupai atap joglo di Surgi Mufti.
Ciri-cirinya :
Atap bangunan memakai atap perisai/atap limas yang menyerupai joglo yang menutupi serambi pamedangan.
Terdapat 6 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap (atap sindang langit) pada serambi sambutan.
Pada dinding depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 Lawang Hadapan (pintu masuk), di antara pintu masuk terdapat jendela sebelah kanan dan kiri.
Serambi pamedangan (teras) menggunakan pagar Kandang Rasi.
Perluasan dinding anjung ke arah depan serambi pamedangan sehingga membentuk bangunan dengan atap joglo/limas (bahasa Jawa : limasan lawakan).
Contoh Bangunan Balai Bini Tipe 2 yang modern adalah "Gedung Wanita" di Jl. Hasan Basry, kawasan Kayutangi, Banjarmasin.
Rumah Balai Bini tempo dulu
[sunting]Rujukan
Rumah Balai Bini tempo dulu
Tim Depdikbud, Rumah Adat Banjar dan Ragam Hiasnya, Proyek Rehabilitasi dan Perlusan Museum Kalsel, Depdikbud, 1977/1978.
Azan, Seminar Tata Ruang dan Karakteristik Rumah Tradisional Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro, Juni 1994.
6. Rumah Palimbangan
(kediaman alim ulama dan saudagar)
Palimbangan adalah salah satu rumah tradisonal suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Bumbungan atap rumah Palimbangan pada rumah induk memakai atap pelana dengan tebar layar yang disebut Tawing Layar. Jika memakai anjung maka atapnya juga menggunakan atap pelana dengan Tawing Layar. Pada teras/emper depan ditutup dengan atap sengkuap (atap lessenaardak) yang disebut atap Sindang Langit. Atap Sindang Langit ini menerus ke emper samping sampai di depan Anjung membentuk atap pelana yang sangat lebar.
Rumah Palimbangan diperuntukkan bagi golongan saudagar besar. Rumah Palimbangan berukuranlebih besar dari pada rumah Balai Laki yang juga beratap pelana.
[sunting]Palimbangan dengan anjung memakai Tawing Layar
Rumah Palimbangan ini mempunyai perbedaan dengan tipe lainnya antara lain pada bentuk atap dan ornamen ukiran yang dipakai. Ruang paluarannya beratap pelana dengan hiasan layang-layang di puncak gunungannya. Atap sindang langit untuk surambi juga diteruskan ke samping sehingga membentuk jurai (jurai luar). Atap ini bertemu atap sindang langit pada anjungnya. (1)
Contoh rumah Palimbangan memakai anjung beratap pelana adalah rumah Palimbangan milik Hj. Siti Hawa yang dibangun oleh kakeknya H. Seta terdapat di Kelurahan Pasayangan, Martapura, Banjar.
Ciri-cirinya :
Anjung memakai atap pelana dengan Tawing Layar yang menyambung dengan atap emper samping dan emper depan (Sindang Langit)
Tubuh bangunan induk memakai atap pelana/(bahasa Banjar : atap balai laki) yang menutupi serambi pamedangan.
Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Balai Laki.
Pada Surambi Sambutan terdapat 6 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap sindang langit yang diteruskan ke emper samping kanan dan kiri dengan beberapa buah pilar tambahan.
Pada dinding sisi depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1 pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan.
Serambi pamedangan (teras) menggunakan pagar Kandang Rasi.
Tangga masuk lurus dari arah depan atau menyamping dari kiri kanan dengan jumlah trap ganjil.
Atap anjung diteruskan ke arah depan menyambung atap sindang langit (karbil).
Lawang (pintu) Tawing Halat (dinding tengah) berjumlah 2 buah.
Kadang-kadang ruang anjung diganti dengan "Ambin Sayup" yang beratap pelana dengan pintu masuk samping menjadi semacam pavilyun.
Ada kemiripan dengan rumah Jawa tipe "Kampung Dara Gepak"/rumah "Kampung Lawakan".
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Teras yang disebut Palatar Sambutan
Serambi yang disebut Pamedangan
Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup/Paluaran
Ruang Dalam yang disebut Ambin Dalam/Palidangan dengan dua anjung kiri dan kanan.
Ruang Pantry yang disebut Padapuran/Padu
[sunting]Palimbangan Tanpa Anjung
Ciri-cirinya :
Memakai tebar layar yang dinamakan Tawing Layar.
Tubuh bangunan induk memakai atap pelana yang biasa disebut atap balai laki.
Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Balai Laki.
Pada teras (Palatar Sambutan) terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit.
Pada dinding depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1(satu), 2(dua) atau 3 (tiga) buah pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan.
Serambi yang disebut pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
Tangga masuk lurus dari arah depan dengan jumlah trap ganjil.
Tidak ada sayap bangunan (anjung).
Pintu dinding tengah (Lawang Tawing Halat) berjumlah 2 buah.
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Teras yang disebut Palatar Sambutan
Serambi yang disebut Pamedangan
Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup/Paluaran
Ruang Dalam yang disebut Ambin Dalam/Palidangan
Ruang Pantry yang disebut Padapuran/Padu
[sunting]Rujukan
Tim Depdikbud, Rumah Adat Banjar dan Ragam Hiasnya, Proyek Rehabilitasi dan Perlusan Museum Kalsel, Depdikbud, 1977/1978.
Azan, Seminar Tata Ruang dan Karakteristik Rumah Tradisional Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro, Juni 1994.
No comments:
Post a Comment